Minggu, Desember 23

1001 IDE

1001 IDE, coming soon! 2013. with theme Nusantara Swarnadwipa. Swarna (Sanskrit) means gold and Dwipa means island. so, Swarnadwipa means gold islands, maybe. it means that the archipelago (Indonesia) has a lot of potential as gold. even now.. i hvnt been doin 1001 ide's creation, but last night i hv done with the poster :3 wuhuuuu. this event will be held on Feb13, bismillah 0:)


than a bird


Sabtu, Desember 22

woops! new header

was bored with the old header, so this is it!! new header with veryyyy simple design :3


d-league's routine



  



Minggu, Maret 11

earth tones







i wear earth tone clothes! *again*. dont know why,  i love earth-tone so much. really really loooooove it. dont you know that most of my clothes on my cupboard was on earth tone. if you love earth, please love earth tone too :*

capture-it








this photo was taken last december. exactly on newyear holiday. haha *late posting* i had a lil trip to jogja and visit my bigbro alsoooo {} go there with my beloved mom and sister. hihi jogja never boring yaah

Kamis, Maret 1

love uniform

these are my classmates. how I love them so much:* not really ready to leave them when I continue my study in college:"<

Rabu, November 2

Liver dan Seuntai Kasih


Lisa mengerutkan dahinya, tetesan keringat mengalir di kening wajahnya. Layaknya siswi kelas 3 Sekolah Dasar pada umumnya, entah tangan kanan atau kirinya selalu menggenggam es teh yang nampak segar. Sesekali gadis manis itu menyuruput es teh dari ujung sedotan merahnya. Pukul 1 siang, matahari terasa tepat berada di atas ubun-ubun, teriknya menusuk, dan keringnya terasa. Siang itu, sepulang sekolah, Lisa menunggu sopirnya menjemput. Pak Dodo biasa dipanggil. Pak Dodo bertugas mengantar dan menjemput Lisa akhir-akhir ini. Karena Umi yang terlalu sibuk akan sesuatu.
ooo
            Umi dan Abi, panggilan sayang untuk Ibu dan Ayah Lisa. Saat tahun ajaran baru, tepat setelah Lisa memasuki kelas 3 SD, Abi jatuh sakit. Abi seorang dokter, entah kenapa Abi tak pernah mau  dirawat di rumah sakit meskipun kondisi kesehatannya semakin menurun. Aneh sebenarnya, melihat Abi yang setiap hari berkutat dengan obat-obatan, mengobati orang lain, tidak mau dirujuk ke rumah sakit. Malahan, lebih memilih tinggal di rumah, memakai pengobatan islami atau tradisional, dan berintrospeksi akan hidupnya. Lebih mengevaluasi dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
            Hampir 2 bulan berlalu, Lisa mengkhawatirkn kondisi Abinya. Ia ingin bercerita bahwa ia sangat khawatir pada sang abang. Abang Lisa duduk di bangku MTs, di sebuah pondok pesantren terkemuka, Solo, Jawa Tengah.
“Bang Luthfin kapan pulang Mi?”, tanya Lisa suatu hari pada Uminya.
“Masih nanti waktu liburan, memangnya kenapa sayang?”, jawab Umi halus seraya mengusap kepala Lisa.
            “Engga mi, Lisa pengen cerita dan main aja sama Abang. Abisnya sepi banget sih di rumah. Umi juga sibuk terus! Kan Lisa kangen rame-ramean di rumah mi”, jawab Lisa sambil memasang tampang ngambeknya.
“Sssssttt… ngga boleh itu sayang, tunggu Abi sembuh ya, nanti kita liburan sama-sama. Jemput abang juga di Solo”
“Tapi kapan Abi sembuhnya?”
“Secepatnya, kan Allah yang atur sayang, makanya Lisa do’akan Abi ters ya! Minta ke Allah untuk nyembuhin Abi”
                                                                     ooo
            Keluarga Lisa, memiliki kerabat dekat. Sebuah keluarga dengan 3 anaak dan sudah bersahabat dengan keluarga Lisa sejak dulu. Anak terakhirnya bernama Iza, parasnya manis berkacamata. Teman sekelas sekaligus sebangku Lisa sejak TK sampai sekarang. Om Yusuf, Ayah Iza, dan istrinya selalu membantu Abi untuk kesembuhannya, membantu Umi, bahu membahu mencarikan obat dan merawat Abi. Sampai suatu hari, saat orang dewasa berkumpul di ruang tengah dan tanpa sengaja Lisa mendengar pembicaraan mereka, bahwa Abinya selama ini mengalami sakit liver. Gangguan di hati yang pada saat seumurnya ia belum mengerti sakit apa dan bagaimana liver itu? Ia tak faham, kosakata di otaknya ribut berputar dan mencari data kata “liver” namun tak ditemukan, ia diam, dan tetap tak tahu.
ooo
            Ahad pagi,
            “Lisaaaaa”, panggil Umi.
            “Iyaaa Miiii, sebentar yaaa” Lisa berlari kecil menghampiri Umi sambil tersenyum riang.
            “Lisa, mulai hari ini kamu menginap di rumah Iza ya!”
            “Loh? Kenapa Mi?”
            “Biar kamu bisa main dan belajar sama Iza. Kan Lisa sering ngeluh ke Umi kalo Lisa kesepian di rumah, jadi Umi pikir Lisa pasti seneng nginep di rumah Iza”, jelas Umi yang sebenarnya bukan penjelasan dengan alasan sesungguhnya. Lisa membalas dengan anggukan kecil, tanda setuju.
            Hari itu, kondisi Abi semakin lemah, Umi ditemani bibi sibuk merawat Abi. Bibi adalah pembantu yang sudah bekerja di rumah Lisa sejak Bang Luthfin masih kecil, saat rumah keluarga Lisa belum pindah dari Lampung. Umi takut kesibukannya mengalihkan perhatiannya dari Lisa. Umi tidak mau melihat wajah kusut ada di sela paras gadis kecilnya, membuatnya sedih dengan kondisi yang sedang sulit di rumah.
            Siang harinya, Lisa diantar Pak Dodo ke rumah Iza. Keluarga kecil itu, sudah menyiapkan segalanya. Dari hal terkecil, sampai hal terbesar semua siap. Seakan-akan Lisa akan tinggal selamanya di atap keluarga Iza. Dalam hatinya, Lisa senang sekaligus sedih. Senang karena memiliki teman bermain, tapi ia tak bisa berbohong bahwa ia sedih. Hatinya rapuh, merasa seolah dibuang oleh Umi dan Abinya karena tak terurus di rumah. Ia belum mengerti, ia terlalu kecil untuk memahami. Seandainya Lisa tau, mengapa Umi menyuruhnya tinggal sementara di rumah Iza…
ooo
            “KRIIIIING” bel sekolah berdering. 2 bocah bergandengan akrab sambil berlari kecil menjinjing rok panjang merah mereka. Bergegas menuju gerbang sekolah sebelum gerbang ditutup. Mereka masuk ke kelas, duduk, dan meletakkan tas di atas meja kayu kokoh yang nampak tua. Di kelas 3B itulah, mereka duduk bersebelahan, tertawa kecil, dan bersenda gurau.
            “Za, abis ini ulangan Bahasa Inggris kan ya?, Tanya Lisa mengusik lamunan Iza.
            “Yup! Bener banget! Hampir lupa deh kalo jam pertama langsung ulangan. Untung aja tadi malem kita belajar bareng yah. Asik banget bisa sekamar, bisa ngapa-ngapain bareng Lis!”
            “Iya Za, seneng ya jadi tinggal serumah gini”
            “Assalaamualaikum students!”, suara Pak Risky memecah obrolan mereka.
            “Good morning, come on, semua buku dimasukkan ke dalam tas. Kita adakan ulangan yang seminggu lalu sudah bapak janjikan ya! Do your best, and remember, don’t cheating”
            Ulangan dimulai, Lisa dan Iza dengan mudah menjawab soal-soal ulangan Bahasa Inggris. Waktu terasa begitu cepat untuk menyelesaikan 25 soal essay. Sampai akhirnya bel berbunyi tanda waktu telah habis. Alhamdulillah.. soal dapat dikerjakan dengan sempurna. Keduanya tersenyum puas, saling pandang, dan menghela nafas panjang sebelum mengumpulkan lembar jawab.
ooo
            Sambil menunggu Pak Dodo  menjemput, Lisa dan Iza bermain bersama teman-temannya yang juga sedang menunggu jemputan. Menghabiskan siang dalam candaan dan tawa sampai tak terasa satu jam menunggu dan Pak Dodo baru datang. Telat menjemput.
            “Pak Dodo lama bangeeeet!!!”, omel Lisa.
            “Maaf non, tadi saya abis nganter Abi sama Umi”
            “Loh? Emang kemana pak?”
            “Nggak kemana-mana kok non” Pak Dodo menjawab cepat pertanyaan Lisa. Ian menyadari bahwa tadi Umi berpesan untuk tidak memberitahu Lisa. Umi mengantar Abi ke rumah sakit. Kondisi Abi kritis, tapi Abi tetap bersikeras untuk rawat jalan di rumah. Prinsip Abi tak pernah berubah “daripada menghabiskan uang untuk dirawat di rumah sakit, lebih baik berdo’a di rumah dan mendekatkan diri pada Allah. Ini kan ujian dari Allah, dan Allah tidak mungkin menguji hambaNya melampaui batas kemampuan”
            Sampai di rumah Iza, Lisa melepas seragamnya, berganti baju dan tak menghiraukan ajakan makan siang dari Om Yusuf. Lisa menuju teras. Duduk termenung dan memutar balik otaknya. Bertanya-tanya akan banyak hal yang tidak ia ketajui. Mengapa Umi begitu jahat menitipkan Lisa di rumah Iza, mengapa Umi dan Abi diantar Pak Dodo ke suatu tempat yang Lisa sendiri tak tahu, kenapa Lisa seolah tak boleh ikut repot di rumah saja, kenapa Lisa tak tahu apa itu sakit liver, begitu parahkah kondisi Abi sekarang? “Lisa jarang bertemu Abi semenjak Abi sakit, ngobrolpun jarang. Kapan ya Lisa bisa menjenguk Abi? kemarin-kemarin setiap Lisa ketemu Abi, pasti Abi nggak ngomong apa-apa, lagi istirahat terus. Lisa kangen”, katanya pelan di dalam hati seolah berbicara pada dirinya sendiri.
ooo
            Seraya menatap kedua tangan yang menengadah ke atas, menghadap ke rumahNya,  di langit sana, dalam lapisannya yang ketujuh, seusai sholat Isya’ Lisa berdo’a meminta kesembuhan untuk Abinya. Bibirnya bertutur, bercerita, berbicara pada Sang Khaliq apa yang ia inginkan. Di penghujung do’a ia mengucapkan sesuatu padaNya, “Allah, tahu ingin Lisa kan? Kata Umi, Allah maha tahu. Allah tahu yang terbaik kan? Allah, Lisa ingin Abi segera sembuh, bisa tersenyum lagi sama Umi, Abang, dan Lisa. Bisa liburan berempat lagi. Ya Allah mau kan mengabulkan do’a Lisa? Amiiin”. Ia mengusap kedua tangannya ke wajah. Sambil menerawang kosong ke sajadahnya.
            Tiba-tiba terdengar Iza memanggil.
            “Lisaaa, ada Bang Luthfin nih pulang dari Solo! Cepetan ke siniiiii”
Buru-buru Lisa melipat mukenanya, bergegas menuju ruang tengah dan mendapati abangnya tersenyum. Dengan segera Lisa mencium tangan abangnya dan memeluk erat melepas kangennya.
            “Abang tiba-tiba banget datengnya. Kok nggak pulang ke rumah? Kok tau Lisa di    rumah Iza? Naik apa bang? Sama siapa? Kenapa ngga telfon dulu?” Lisa bertanya dengan semangat seperti seorang wartawan.
            “Aduh dek, kamu tuh ya! Mau nanya apa introgasi sih? Pelan-pelan dong. Tadi sore           tuh Umi telfon abang, Umi minta abang pulang untuk nemenin Lisa. Tapi nanti malam            abang ngga nginep di sini yaaa. Abang nanti pulang ke rumah”
            “Lisa ikut ya bang!”
            “Nggak usah sayang, kamu di sini aja. Kan besok harus sekolah. Abang janji deh,             besok siang abang yang bakalan jemput kamu ke sekolah. Abis itu kita jalan jalan beli        froyo ya!”
            “Yaaah, hmm yaudah deh nggak papa bang”
            Bang Luthfin pamit pada Om Yusuf dan istrinya, lalu segera menuju mobil untuk diantar Pak Dodo ke rumah. Lisa membuntuti sampai ke mobil, mencium punggung tangan kakaknya dan memandangi mobil sedan hitam melaju sampai menghilang di tikungan pertama. Lisa kembali ke dalam, terbaring di kasur. Pikirannya kosong, mata polosnya berair, berkedip perlahan sampai air matanya meleleh ke ujung mata. Sampai tanpa sadar, Lisa terlelap. Sampai air mata suci itu mengering.
ooo
            “Engga om, Abinya Lisa tuh sakit!” Iza berbicara dalam telfon dengan Om Budi.
            “Yaudah, pokonya suruh ayah kamu nganterin Lisa ke rumahnya ya. Kamu juga ikut           Za. Tadi Uminya Lisa udah ngurus izin sekolah karena kalian ngga masuk hari ini.”
            Telepon ditutup tepat ketika Lisa selesai memakai seragamnya. Iza menoleh, menatap wajah Lisa, lalu menceritakan apa yang dikatakan Om Budi di telepon.
            “Lis masa kata Om Budi Abimu meninggal, tapi Om Budi pasti bohong. Tenang aja            yaa!”
            “Hahaha Om Budi aneh-aneh ya” Lisa tertegun, tertawa getir, lalu terdiam. Entah sampai dimana sekarang pikirannya yang sudah melayang.
            Sesaat setelah itu, Om Yusuf mengajak Lisa dan Iza. Naik ke Kijang biru, melaju cepat. Lisa berbalut seragam sekolah, bingung. Ini bukan jalan menuju kea rah sekolah, ini jalan menuju rumah. Perasannya aneh, ada apa sebenarnya? Rasa di hati Lisa saat itu benar-benar tak tahu kemana, ia merasa tenggelam dalam dahsyatnya ombak laut, terapung, lalu tenggelam lagi, berusaha menuju permukaan untuk bernafas. Tapi tetap sesak! Ada yang mengganjal dalam ruang hatinya. Mata Lisa menatap lurus ke depan, memikirkan apa yang dikatakan Iza dari Om Budi dalam telepon.
            Sesuatu membuyarkan lamunan Lisa, seketika ia sadar bahwa Om yusuf tengah menyodorkan segelas Aqua padanya.
            “Lisa yang kuat ya sayang. Lisa belum mengerti arti kehidupan, nanti kalo kamu udah dewasa pasti ngerti. Sekarang kita ke rumah kamu ya, Abi meninggal, tapi Lisa nggak sendiri, Lisa masih punya ayah nih disini” tutur Om Yusuf sambil menunjuk dirinya sendiri.
            Mendadak Lisa sadar, bahwa Om Budi tidak bohong. Iza salah, Om Budi yang benar tentang apa yang dikatakannya tadi pagi lewat telepon. Air mata Liza masih tertahan, Lisa tersenyum getir sambil mengangguk tenda setuju dengan pernyataan Om Yusuf.
ooo
            Suasana rumah sangat berbeda, sangat ramai, penuh, sesak, lantunan tahlil yang dibaca serentak oleh banyak orang terdengar. Lisa turun dari mobil, bergegas lari ke dalam rumah, dan tanpa permisi, tanpa menoleh sedikitpun, tanpa menengok jenazah Abinya yang terbujur ditutup kafan di ruang tamu, ia masuk ke kamarnya. Ia terdiam, mendapati tante dan saudara-saudaranya berkumpul di kamarnya, menangis sesenggukan sambil sesekali memeluk Lisa erat. Aneh! Lisa tak menangis, bukan karena tak sayang pada Abinya, tapi ia bingung. Apakah ini sebuah kenyataan, bahkan kalau ini nyata rasanya akan sangat pahit. Bendungan air matanya masih luas, masih belum menetes sedikitpun. Hatinya tegar baja saat ia mencoba melangkah keluar kamar. Lisa mendekati tubuh Abinya. Umi merangkul Lisa, mengelus keningnya, lalu membukakan kain putih yang menutupi jasad Abinya. Semua pasang mata menatap Lisa, mata sembab yang merah dan berair. Lisa menatap dalam-dalam kedua mata Abi yang tertutup, seperti tidur atau beristirahat di malam-malam sebelumya. Wajah Abi pucat, lekat-lekat Lisa memperhatikan detil wajah ayah tersayangnya untuk terakhir kali. Bibir Abi tersimpul di ujung seperti memberi senyum pada anak gadisnya.
            Bendungan air mata Lisa penuh, jantung Lisa berdefup kencang, tak kuat akhirnya. Butiran air itu, tetesan basah itu, mengalir perlahan di kedua mata Lisa. Terkhir kalinya, benar-benar terakhir dan untuk selamanya, Lisa mengecup kening Abinya sambil menangis. Tangisan untuk melepas kepergian Abi. Umi memeluk Lisa, erat sekali. Mereka tenggelam dalam air mata. Bahkan semua tamu yang datang tak kuasa menahan tangis mereka. Bang Luthfin menghampiri. Umi, Lisa, dan Abang melepas Abi dengan ikhlas. Berdo’a dan berharap agar Abi disayang, dilindingungi Allah di surgaNya.
            Akhirnya Lisa tahu jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang berotasi dalam fikirannya. Lisa juga tahu, tenyata Umi bukan membuangnya, sesungguhnya Umi ingin Lisa tabah, tak terlalu terpukul saat memang Abi tak bisa sembuh, saat Abi diambilNya. Umi menjauhkan Lisa dan serba-serbi kesedihan di rumah. Lisa yakin Abi bahagia disana, meski Lisa rindu, sangat rindu. Liver mengambil Abi, tapi seuntai kasih dititipkan untuk Lisa dari Allah melalui Abi. Lisa banyak belajar. Banyak sekali hal. Tentang Liver, dan seuntai kasih. “Ya Allah meskipun Engkau belum menyembuhkan Abi di dunia, tapi terimakasih untuk menyembuhkan Abi di akhirat”

Untuk Abi:
Abi, aku menyayangimu. Bahkan mungkin aku tak pernah mengungkapkannya padamu dulu. Entah bagaimana aka merasakan menjadi “aku”, tekadang aku merasa sangat durhaka karena kenakalanku.
Aku yang tak pernah faham perasaanmu, kerja kerasmu, jerih payah serta keringatmu. Tapi sungguh saat ini aku menyadari, detik ini aku merindukanmu, rindu yang sanagat mendalam melewati kedalaman samudraNya.
Setiap malam memanyungi atap bumi, aku bersujud dan menyampaikan isi hatiku pada Sang Maha Penyayang, menangis dalam kehangatan kasihNya, berharap menatap wajah lembutmu tersenyum padaku lagi.
Abi, maafkan aku, aku tak tau apakah secuil kata maafku cukup untuk menghapuskan banyak kesalahanku padamu. Yang kutahu aku masih menyimpan seuntai kasih itu, seluruh hatiku dipenuhi rasa sayangku padaNya dan padamu. Rasa yang tak pernah berkurang setiap harinya. Sungguh, semoga malaikat menyampaikan suratku padamu.
Gadis kecilmu, Lina Qonitah Herdyanti.

Rabu, Agustus 31

Happy Ied Mubarok












Happy ied mubarok 1432 H. i am so sorry for all my mistakes i've done in this year. may Allah give a chace for us , to meet the next lebaran and also the next ramadhan. MINAL AIDIN WAL FAIDZIN ALL bloggers;DDD